Di sebuah jalanan ibu kota yang panas dan macet, hiduplah seorang Emak Watiโlegenda lokal yang dikenal sebagai “Ratu Pasar Pagi” karena skill nawarnya bisa bikin pedagang sayur menangis. Suatu pagi, dia nekat keluar rumah tanpa helm, hanya bermodal sanggul dan tas plastik warna pink berisi belanjaan. Tak disangka, dia dihentikan oleh Briptu Andi, polisi muda yang masih idealis dan… belum kenal Emak Wati.

Adegan 1: Pemberhentian Dramatis
Briptu Andi (sambil memberi isyarat berhenti):
“Bu, helmnya mana? Ini melanggar pasal 57 ayat…”
Emak Wati (langsung mode battle):
“Lha, Pak Polisi! Saya cuma ke warung 200 meter! Masa harus pake helm kayak mau ke bulan? Ini kan bukan space travel!”
Briptu Andi (berusaha tegas):
“Aturan berlaku untuk semua, Bu. Kalau nggak pakai helm, kena tilang 250 ribu.”
Emak Wati (sambil buka dompet):
“250 ribu?! Itu bisa buat beli beras sebulan! Mending saya kasih uang rokok 50 ribu, terus kita selesai urusan. Gimana?”
Adegan 2: Negosiasi ala Pasar
Briptu Andi (kaget):
“Bu, ini bukan pasar! Saya nggak terima suap!”
Emak Wati (berpura-pura pusing):
“Ya ampun, Pak Polisi… Kepala saya ini sudah pusing mikirin anak kos yang nggak bayar kontrakan. Mau ditambah tilang? Kasihan, deh!”
Briptu Andi (bingung):
“Tapi Bu, ini bukan urusan anak kos…”
Emak Wati (menyela):
“Kalau nggak mau 50 ribu, saya kasih bonus nasi bungkus. Dijamin enak, nasinya kayak kapas!”
Adegan 3: Kerumunan dan Dukungan Warga
Melihat keributan, tukang ojek online dan penjual gorengan berkerumun.
Tukang Gorengan (sambil menggoreng tempe):
“Sudah, Pak Polisi! Emak ini kan cuma ke warung. Nanti saya kasih tempe gratis, ya!”
Briptu Andi (mulai kewalahan):
“Ini bukan urusan tempe, Pak! Ini hukum!”
Emak Wati (dramatis):
“Pak Polisi, saya janda tujuh anak! Kalau ditilang, besok mereka makan apa? Masa mau kasih makan anak-anak pake STNK?”
Adegan 4: Briptu Andi Terjebak Retorika
Briptu Andi (berusaha logis):
“Kalau nggak mau ditilang, lain kali pakai helm, Bu.”
Emak Wati (tiba-tiba filosofis):
“Helm itu penting, tapi kepercayaan diri saya lebih penting! Lihat ini…” (sambil menunjuk sanggulnya)
“Sanggul ini warisan nenek moyang! Bisa nahan benturan kayak airbag! Mau bukti? Tabrak saya pakai motor, nggak bakal memar!”
Briptu Andi (nyaris ketawa):
“Bu, ini bahaya. Bagaimana kalau jatuh?”
Emak Wati (sombong):
“Jatuh? Saya jago drift sejak zaman motor masih pakai kayuh!”
Epilog: Kemenangan Pyrrhos Emak Wati
Akhirnya, Briptu Andi menyerah. Daripada macet semakin parah, dia membiarkan Emak Wati pergi… dengan syarat:
Briptu Andi:
“Baik, Bu. Tapi lain kali pakai helm, ya. Atau saya tilang sanggulnya!”
Emak Wati (sambil gas motor):
“Siap, Pak! Lain kali saya pake helm… tapi dalam hati: Helm buat apa? Sanggulku lebih aerodinamis!”
Moral Cerita:
- Hukum itu penting, tapi sanggul emak-emak punya kekuatan magis.
- Jangan coba-coba debat sama emak pasar, kalah dari sononya.
- Polisi muda, siapkan mental dan bekal nasi bungkus!
#SanggulVsHelm ๐ต๐ฎโ๏ธ๐โ๏ธ